Pasca Inpres Moratorium, Petani Minta Kejelasan Pelepasan Kawasan Hutan
Berita

Pasca Inpres Moratorium, Petani Minta Kejelasan Pelepasan Kawasan Hutan

Sepanjang 2018, petani sawit diakui mengalami keresahan akibat harga TBS yang turun drastis. Pengawasan Pemerintah dibutuhkan.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi HGU. Ilustrator: BAS
Ilustrasi HGU. Ilustrator: BAS

Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menjadikan Hari Tani sebagai momentum untuk menyampaikan beberapa masukan yang menjadi isu krusial menyusul terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) No. 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit (Inpres Moratorium Perijinan Sawit).

Intinya, SPKS mendesak Pemerintah dalam hal ini Kementerian  Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) secepatnya melaksankan Inpes Moratorium Perizinan Sawit. “Kepada menteri ATR-BPN dalam hal penerbitan hak atas tanah kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan hak masyarakat seluas 20% dari pelepasan kawasan hutan dan dari Hak Guna Usaha perkebunan kelapa sawit,” ujar Kepala Departeman Advokasi SPKS, Marselinus Andry melalui keterangan tertulisnya kepada hukumonline, Rabu (26/9).

Hingga saat ini, belum ada kejelasan solusi bagi perkebunan sawit rakyat dalam kawasan hutan walaupun Presiden sudah mengeluarkan Inpres No. 8 Tahun 2018 yang dipandang sebagai landasan moratorium sawit. Ketidakjelasan itu terutama berkaitan dengan 20% yang dilepaskan dari kawasan hutan untuk subyek petani, termasuk mengenai siapa yang memenuhi syarat, dimana dan berapa luasan petani kelapa sawit yang bisa dibebaskan, termasuk juga alokasi untuk petani dari HGU (Hak Guna Usaha).

Marselinus mengatakan belum ada kejelasan masa depan petani. Karena itu, ia mengingatkan agar Pemerintah berhati-hati melakukan legalisasi terhadap lahan petani kelapa sawit dalam Kawasan. Perlu diwaspadai oknum yang mengaku-ngaku sebagai petani padahal bukan petani dan tidak tinggal di kawasan pedesaan.

(Baca juga: 4 Langkah Penting Setelah Terbit Inpres Moratorium Sawit).

SPKS meminta Pemerintah terlebih dahulu menetapkan definisi jelas tentang petani kelapa sawit yang akan menjadi subyek penerima manfaat. Kejelasan ini penting agar implementasi legalisasi lahan tepat sasaran, khususnya bagi lahan petani yang ada dalam kawasan hutan. Tanpa ada definisi yang jelas, sangat mungkin Inpres tidak mencapai sasaran, dan sustainability dan kesejahteraan petani di perkebunan tidak akan pernah tercapai. Kementerian ATR/BPN juga diminta untuk terbuka kepada publik terkait dengan HGU yang akan didistribusikan kepada petani, dan memperjelas besaran 20% yang dimaksud.

SPKS juga meminta kepada Menteri Pertanian dan Menteri ATR-BPN untuk menjadikan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) petani kelapa sawit sebagai sumber informasi/data untuk penerbitan Sertifikat Lahan. Kebijakan ini berguna untuk mempercepat proses legalisasi petani sawit serta tidak mengulangi kesalahan proses sebelumnya. SKPS mendesak Kementerian terkait untuk memperjelas skema kemitraan atau pola kerjasama antara perusahaan perkebunan dan petani plasma serta petani mandiri.

Selama ini sering terjadi konflik dalam kemitraan antara perusahaan dan petani. Konflik terjadi antara lain karena kemitraan yang tidak adil, masalah transparansi satuan pembiayaan kebun dan dokumen kredit untuk petani, luas kebun plasma yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan, serta masalah plasma yang tidak dibangun oleh perusahaan dan perusahaan membeli Tandan Buah Segar (TBS) dari petani dengan harga yang murah.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait